NPM : 16210122
Kelas : 4EA16
PT.DJARUM, TBK
Contoh etika bisnis pada PT. DJARUM
Sebuah
program menarik yang digagas dan dilaksanakan oleh PT Djarum : Trees for
Life. Sebuah program yang merupakan bagian dari kegiatan CSR
(Corporate Social Responsibility) perusahaan rokok terkemuka tersebut sebagai
bentuk dari tanggung jawab sosial serta empati konstruktif perusahaan terhadap
masyarakat dan lingkungan.
Yang menarik adalah, sejak tahun 1979, perusahaan ini
telah mendedikasikan diri untuk melestarikan lingkungan demi hidup yang
berkualitas dengan program Djarum Bhakti Lingkungan. Kota Kudus adalah langkah
awal dari program ini. Ribuan jenis tanaman peneduh ditanam.
Selain itu, dibawah payung Djarum Bakti Lingkungan
telah melakukan aksi pelestarian lereng Gunung Muria dengan tanaman peneduh
maupun pohon bernilai ekonomi, sehingga mampu mempertahankan kawasan penting
resapan air kota Kudus. Selain itu sejak tahun 2008 Djarum BaktiLingkungan
bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Jawa Tengah, turut serta
dalam program pelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dengan
komitmen 700.000pohon.
Sebagaimana diungkap pada siaram persnya, Dalam rangka Hari
Ulang Tahun PT. Djarum ke-59, pada tanggal 18 April 2010 lalu, sebanyak 400
karyawanDjarum di Kudus bersama Luna Maya, artis pemerhati lingkungan, menanam
Pohon Trembesi sepanjang1,2 km di Demak, Jawa Tengah. Kegiatan ini merupakan
program lanjutan Djarum Trees For Life, dar i Corporate Social Responsibility
Bakti Lingkungan PT Djarum yang merencanakan 2.767 Pohon Trembesi sepanjang
jalan Turus Semarang-Kudus Jawa Tengah.Serius dan konsisten untuk melakukan
pelestarian lingkungan adalah semangat Djarum Trees For Lifeyang ingin
ditularkan kepada seluruh pihak dan masyarakat luas. Berawal dari penanaman
PohonTrembesi bersama Gubernur beserta Muspida Jawa Tengah, kemudian diikuti
beberapa minggu lalupenanaman bersama artis Nugie dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) lingkungan
“Saya
melihat sepanjang jalan Demak ini merupakan jalan yang sering dilewati oleh
banyak kendaraan,mulai dari kendaraan pribadi hingga truk. Oleh sebab itu,
penanaman Pohon Trembesi sangat cocok ditanam di area ini karena dapat menyerap
banyak CO2 dan emisi karbon lainnya, sehingga kedepannyajalan ini bisa menjadi
jalan yang teduh dan hijau. Saya berharap Pohon Trembesi yang kami tanam
saatini dapat tumbuh maksimal dan tentunya dirawat oleh masyarakat luas. Mari
tanam dan rawat PohonTrembesi” ajak Luna.
Komitmen perusahaan juga tak berhenti pada
kegiatan-kegiatan insidental tertentu belaka. Bahkan, Bibit Pohon Trembesi yang
digunakan dalam rangkaian program Penanaman 2.767 Pohon Trembesi disepanjang
turus jalan Semarang-Demak ini berasal dari Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) PT.
Djarum.
Saat ini PPT tengah melakukan budi daya pembibitan
Pohon Trembesi yang total berjumlah 300 ribuan.Rencananya, pembibitan tersebut
untuk memenuhi program Djarum Trees For Life” ujar Yunan Adityadari Pusat
Pembibitan Tanaman PT Djarum.
Untuk menjaga kesinambungan kegiatannya, salah satu
dukungan PT. Djarum adalah dengan mendirikan pusatpembibitan aneka tanaman yang
dikelola secara intensif. Diharapkan dengan upaya pembibitan aneka tanaman ini,
PT. Djarum dapat turut menjadi bagian dari usaha dalam mempertahankan dan
melestarikan tanaman-tanaman langka agar terjaga dari kepunahan.Hingga saat
ini, PPT telah memilikitotal sekitar 100 ribuan jenis bibit tanaman, termasuk
di dalamnya tanaman langka seperti Kepel, Sawit,Nogosari, buah Kawista dan
Pohon Botol dari Afrika.
“It is true
that economic and social objectives have long been seen as distinct and often
competing. Butthis is a false dichotomy…Companies do not function in isolation
from the society around them. In fact,their ability to compete depends heavily
on the circumstances of locations where they operate.”, Demikian
ungkapan Michael E. Porter dan Mark R. Kramer dalam tulisannya di “The
Competitive Advantage of Corporate Phiilantropy”, pada Harvard Business Review,
December 2002. Pernyataan diatas menemukan makna tersendiri
bila dihubungkan dengan aktifitas yang dilaksanakan PT Djarum Kudus lewat
program Djarum Bakti Lingkungan, Trees for Life ini.
Implementasi atas konsep triple bottom line
(profit,planet, people) dalam “mainstream” etika
bisnis yang digagas John Elkington, memperoleh bentuknya lewat kegiatan ini.
Perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar profit belaka tetapi juga
menunjukkan kepedulian besar bagi lingkungan dan masyarakat sekitar tempat
perusahaan bersangkutan beroperasi. Dengan program CSR ini tidak hanya
merupakan investasi jangka panjang yang berguna untuk meminimalisasi risiko
sosial, juga berfungsi sebagai sarana meningkatkan citra perusahaan di mata
publik. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk
pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan
berkelanjutan.
Saya ikut menyatakan salut dan mengacungkan jempol
tinggi-tinggi bagi upaya-upaya konstruktif yang telah dilakukan sejumlah korporasi
besar, termasuk PT Djarum Kudus, melalui program CSR-nya yang sudah menunjukkan
komitmen dan kepedulian tinggi menjaga kelestarian lingkungan dengan
kegiatan Trees For Life. Ini sebentuk empati sosial nyata
untuk menghindari nestapa kemanusiaan akibat kerusakan lingkungan.
Saya tertarik pada pendapat Elkington (1998) dalam
bukunya Canibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business
(seperti yang saya kutip dari makalah Bapak Edi Suharto PhD Ketua Program
Pascasarjana Spesialis Pekerjaan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
(STKS) Bandung yang disampaikan pada Seminar Dua Hari CSR (Corporate
Social Responsibility): Strategy, Management and Leadership, Intipesan, Hotel Aryaduta
Jakarta 13-14 February 2008) yang mengelompokkan perusahaan yang
peduli dan tidak peduli terhadap CSR berdasarkan analogi serangga.
Perusahaan kategori pertama laksana ulat, yang
memiliki model bisnis rakus dan tidak pedulipada lingkungan sekelilingnya. Kategori
kedua adalah perusahaan yang mirip belalang, modelbisnis yang juga eksploitatif
dan degeneratif. Kategori kedua ini mungkin saja sudah mulai mempraktikan CSR.
Tetapi, CSR tidak dilakukan dengan sepenuh hati. CSR di perusahaan ini hanyalah
”Celana Dalam” untuk menutupi ”aurat” perusahaan agar terhindar dari tekanan
masyarakat atau LSM.
Perusahaan kupu-kupu adalah kategori ketiga. Korporasi
seperti ini punya komitmen kuat menjalankan CSR. Bagi perusahaan ini CSR adalah
investasi, bukan basa-basi. Kategori terakhir adalah korporasi lebah.
Perusahaan seperti ini punya sifat regeneratif atau menumbuhkan. Perusahaan
ideal ini menerapkan etika bisnis dan menjalankan good CSR.
Saya yakin model CSR yang dikembangkan oleh PT Djarum
Kudus adalah jenis korporasi ideal yang dengan teguh memegang konsistensi
empati sosialnya lewat program Trees for Life dimana disaat yang sama ikut
memelihara kelanjutan program yang sudah dicanangkan tersebut dengan kegiatan
pendukung seperti menyiapkan bibit-bibit tanaman unggulan lewat Pusat
Pembibitan Tanaman yang dimilikinya. Mari kita dukung segala
ikhtiar-ikhtiar positif ini demi masa depan kehidupan yang lebih baik.